REVITALISASI
PERTANIAN,
PERIKANAN DAN KEHUTANAN
Disusun guna memenuhi niai mata kuliah Geografi
Pertanian
Disusun Oeh :
Nama : ALFIAN ADESTYA PUTRA
NIM : 3201412039
Pendidikan
Geografi
Universitas
Negeri Semarang
2014
REVITALISASI PERTANIAN, PERIKANAN,
DAN KEHUTANAN
Pendahuluan
Revitalisasi pertanian, perikanan dan
kehutanan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan petani dan nelayan dan menyumbang
terhadap pertumbuhan produk domestik bruto (PDB), ekspor nonmigas, serta
penyerapan tenaga kerja nasional. Sektor ini juga berperan besar terhadap
ketersediaan bahan pangan bagi masyarakat, pengembangan wilayah, dan
pertumbuhan ekonomi di daerah.
Pada tahun 2006 PDB sektor pertanian
tumbuh sekitar 3,0 persen, dengan rincian pertumbuhan tanaman bahan makanan sebesar
2,7 persen, perkebunan sebesar 3,2 persen, peternakan sebesar 3,0 persen, dan
perikanan sekitar 6,0 persen. Nilai ekspor pertanian, termasuk perikanan dan
kehutanan pada tahun yang sama mencapai US$3,4 miliar atau meningkat 18,2
persen dibandingkan tahun 2005 yang mencapai US$2,6 miliar. Nilai ekspor ini merupakan
3,4 persen dari total nilai ekspor nonmigas.
Penyerapan tenaga kerja di sektor
pertanian pada tahun 2006 mencapai 40,1 juta orang atau sekitar 42,0 persen
dari total tenaga 19 – 2 kerja nasional. Dari total tenaga kerja yang bekerja
di sektor pertanian, sebesar 6,1 juta orang bekerja pada bidang perikanan, dan 13,9
juta orang pada bidang kehutanan. Pertumbuhan sektor pertanian yang cukup baik
pada tahun 2006 tersebut telah meningkatkan pula kesejahteraan petani. Nilai
tukar petani pada bulan Desember 2006 mencapai 106,4 atau naik 7,6 persen dibandingkan
akhir tahun 2005. Peningkatan kesejahteraan yang lebih signifikan harus terus
dilakukan.
Pada tahun 2007 sektor pertanian, yang
mencakup tanaman pangan, peternakan,
hortikultura, perkebunan, perikanan, dan kehutanan, direncanakan minimal tumbuh
sebesar 2,7 persen. Dengan tingkat pertumbuhan tersebut, penyerapan tenaga
kerja diharapkan sebesar 43,7 persen dari tenaga kerja nasional. Selain itu, sumbangan
terhadap ekspor nonmigas diperkirakan mencapai 6,9 persen dari total nilai
ekspor nonmigas atau kontribusi terhadap PDB nasional sebesar 15 persen. Sektor
pertanian juga berperan besar untuk mewujudkan ketahanan pangan dalam rangka
memenuhi hak atas pangan. Dalam tahun 2007, tantangan pembangunan sektor pertanian
masih cukup berat. Sektor pertanian dalam semester I tahun 2007 tumbuh 0,7
persen dibandingkan semester yang sama tahun 2006 terutama karena mundurnya
musim tanam padi Oktober 2007 – Maret 2008.
Untuk mencapai sasaran tersebut, 4
(empat) fokus kebijakan revitalisasi pertanian, perikanan, dan kehutanan yang
akan dilaksanakan adalah (1) ketahanan pangan nasional; (2) peningkatankualitas
pertumbuhan produksi pertanian, perikanan dan kehutanan;(3) pengembangan
diversifikasi ekonomi dan infrastruktur perdesaan; dan (4) pengembangan sumber
daya alam sebagai sumber energi berkelanjutan yang terbarukan (renewable
energy).
Beberapa permasalahan yang dihadapi dan langkah-langkah untuk
mengatasinya agar revitalisasi pertanian, perikanan, dan kehutanan dapat
mencapai sasaran diuraikan dalam bagian berikut ini.
I. Permasalahan yang Dihadapi
Sektor pertanian secara umum menghadapi
masalah rendahnya perkembangan produksi dan mutu komoditas serta nilai tambah
yang dapat dinikmati petani sehingga kesejahteraan petani belum dapat meningkat
setara dengan pelaku usaha lain. Meskipun demikian, masing-masing memiliki permasalahan
khusus yang berbeda sebagaimana diuraikan berikut ini.
Dalam mengamankan ketahanan pangan dan
peningkatan pendapatan petani, beberapa masalah yang dihadapi dapat dikelompokkan
sebagai berikut, yaitu (1) masih rentannya produksi padi sebagai akibat
banyaknya bencana banjir dan tanah longsor yang terjadi pada tahun 2006; (2) rendahnya
tingkat produktivitas ternak dan belum berfungsinya sistem kesehatan hewan nasional,
terutama di daerah-daerah yang dapat mengganggu produksi dankeamanan pangan
hasil ternak; (3) rendahnya tingkat produktivitas dan kualitas hasil perkebunan
dan hortikultura meskipun luas lahan terus bertambah karena adanya investasi;
(4) sistem penyuluhan yang belum berfungsi penuh di daerah-daerah yang masih
perlu terus diperkuat untuk dapat memperlancar diseminasi dan penerapan teknologi
produksi, pengolahan, dan peningkatan mutu hasil; dan (5) optimalisasi dan
rehabilitasi lahan serta jaringan irigasi, jalan desa, dan jalan usaha tani
yang masih memerlukan partisipasi masyarakat.
Sementara itu, pembangunan perikanan,
permasalahan yang dihadapi dalam pencapaian sasaran yang telah ditetapkan
antara lain (1) masih banyaknya kegiatan illegal fishing serta tumpang
tindih kewenangan dalam pemberian izin usaha perikanan di daerah; (2) belum
kondusifnya iklim usaha, sistem permodalan, dan investasi bagi nelayan dan pembudidaya ikan; (3) belum
memadainya sarana dan prasarana produksi dan pengolahan perikanan; (4)
rendahnya kualitas SDM dan belum memadainya kegiatan penyuluhan danpendampingan
teknologi; (5) rendahnya penggunaan teknologi dalam pengelolaan dan pengolahan
yang berakibat pada rendahnya mutu nilai tambah, dan daya saing produk perikanan;
(6) adanya hambatannontarif perdagangan hasil perikanan dengan diberlakukannya standar
mutu dan keamanan pangan oleh negara-negara importir; (7) meningkatnya biaya
produksi akibat kenaikan harga BBM; (8) terjadinya konflik pemanfaatan sumber
daya perikanan antarkelompok nelayan antardaerah; (9) terbatasnya
penyediaaninduk, benih, dan pakan ikan bermutu serta buruknya irigasi pada perikanan
budidaya; dan (10) menurunnya kualitas dan kuantitas sumber daya pesisir dan
pulau-pulau kecil akibat eksploitasi berlebih.
Beberapa permasalahan yang mendorong untuk dilaksanakannya
revitalisasi kehutanan adalah (1) lemahnya sistem penataan
kawasan hutan yang belum didukung oleh tata ruang hutan yang mantap; (2)
lambatnya pelaksanaan pembentukan kesatuan pengelolaan hutan produksi; (3)
pemanfaatan hutan yang belum berpihak pada masyarakat dan masih bertumpu pada
hasil hutan kayu; (4) iklim investasi, pendanaan perbankan, penegakan hukum atas
kepemilikan lahan, dan tumpang tindih kepentingan antarsektor yang masih
terjadi yang mengakibatkan rendahnya investasi hutan tanaman industri dan
produksi hasil hutan nonkayu; dan (5) belum adanya perhatian dan dukungan
masyarakat pada konservasi dan rehabilitasi kawasan hutan dan lahan kritis.
Dalam menghadapi permasalahan tersebut,
langkah kebijakan yang ditempuh serta hasil yang sudah dicapai sampai dengan pertengahan
tahun 2007 diuraikan dalam bagian berikut
II. Langkah Kebijakan dan Hasil yang Dicapai
A. Revitalisasi Pertanian
Sebagai penjabaran dari RPJMN dan
Rencana Strategis Pembangunan Pertanian, permasalahan-permasalahan tersebut di
atas telah diupayakan untuk diatasi dengan berbagai langkah bersama pemerintah
daerah maupun masyarakat. Secara umum terdapat lima langkah mendasar
revitalisasi pertanian yang pelaksanaannya masih dalam proses penyelesaian,
yaitu yang disebut dengan Pancayasa, yang terdiri dari (1) pembangunan/perbaikan
infrastruktur pertanian, termasuk infrastruktur perbenihan, riset dan
sebagainya; (2) penguatan kelembagaan petani melalui penumbuhan dan penguatan kelompok
tani dan gabungan kelompok tani; (3) perbaikan penyuluhan melalui penguatan
lembaga penyuluhan dan tenaga
penyuluh; (4) perbaikan pembiayaan pertanian melalui perluasan akses
petani ke sistem pembiayaan; dan (5) penciptaan sistem pasar pertanian yang
menguntungkan petani/peternak. Langkah mendasar tersebut penting untuk dapat
dilakukan agar dukungan yang diberikan dapat meningkatkan produksi dan
produktivitas hasil pertanian akan berkelanjutan.
Dalam rangka mengatasi rentannya
ketahanan pangan sebagai akibat berfluktuasinya produksi padi akibat bencana
alam pada awal tahun 2006, kebijakan yang ditempuh adalah dengan meningkatkan produksi
padi dan bahan pangan pokok lain sehingga ketersediaan
pangan akan terwujud pada semua wilayah dan setiap rumah tangga akan
dapat mengakses pangan untuk mencukupi kebutuhan konsumsinya. Sasaran
peningkatan produksi pada tahun 2007 dengan penambahan sasaran peningkatan produksi
beras sebesar 3,1 juta ton gabah kering giling adalah sebesar 58,1 juta ton
gabah kering giling.
Langkah-langkah yang ditempuh adalah
dengan melakukan peningkatan produktivitas dan luas tanam padi dan palawija,
serta penurunan susut panen dan pascapanen. Langkah pokok ini didukung dengan
melakukan perbaikan jaringan irigasi terutama pada tingkat petani, memperbaiki
jalan usaha tani dan jalan desa, serta melakukan pembinaan untuk meningkatkan
produktivitas dan pengendalian hama penyakit tanaman. Selanjutnya, untuk
mendukung produksi ini, pemerintah menyediakan pula subsidi pupuk sebesar Rp5,8
triliun, subsidi benih sebesar Rp125 miliar, serta subsidi suku bunga kredit ketahanan
pangan sebesar Rp114 miliar.
Untuk mengatasi terbatasnya penggunaan
mesin pertanian yang sangat menentukan dalam peningkatan efisiensi produksi, pemerintah
juga menyediakan bantuan uang muka alat mesin pertanian. Bantuan uang muka untuk
alat prapanen ditujukan untuk memperpendek masa pengolahan tanah sehingga lahan
dapat dimanfaatkan secara optimal, sedangkan bantuan untuk memperoleh alat
pascapanen dapat menurunkan susut pascapanen, terutama untuk padi agar produksi
padi dapat menurun susutnya dan meningkat mutunya sehingga petani menerima
harga yang memadai.
Selain itu, dilakukan pula pengembangan
cadangan pangan, terutama cadangan beras pemerintah agar pemerintah memiliki cadangan
untuk mengantisipasi apabila ada masalah pangan karena bencana maupun gejolak harga
yang terjadi dalam masyarakat. Cadangan pemerintah itu didukung pula dengan
pengembangan cadangan pada tingkat masyarakat, sehingga masyarakat secara swadaya
mampu mencegah dan mengatasi masalah pangan pada tingkat lokal. Pengembangan
cadangan pangan pemerintah tersebut juga merupakan langkah pemerintah untuk
mengendalikan harga gabah pada tingkat produsen yang cenderung rendah pada saat
panen raya. Pembelian pemerintah ini dilakukan oleh Perum Bulog dengan target
pembelian gabah dan beras dalam negeri sebesar 1,8 juta ton setara beras.
Sementara itu, dilakukan pula pembelian gabah melalui dana penguatan modal
lembaga usaha ekonomi perdesaan (DPMLUEP) dengan anggaran sebesar Rp292,3
miliar.
Sebagai akibat merebaknya kasus flu
burung yang dialami sejak akhir tahun 2004 dan masih terjadi sampai awal tahun
2006, dilakukan pula langkah-langkah pengendalian dampak flu burung dan
penyakit ternak lain juga perlu dilakukan agar bahan pangan yang tersedia,
terutama bahan pangan hasil ternak yang menjadi sumber protein penting aman
untuk dikonsumsi masyarakat. Pengendalian dampak flu burung pada ternak
dilakukan dengan meningkatkan surveillance untuk memantau perkembangan kesehatan
ternak masyarakat dan melakukan langkah dini untuk mencegah perluasan lebih
lanjut. Koordinasi pengendalian flu
burung yang diperkuat dengan pembentukan Komite
NasionalPengendalian Flu Burung dan Pandemi Influenza ditingkatkan dengan
penerbitan Inpres No. 1 Tahun 2007 tentang Penanganan dan Pengendalian Virus
Flu Burung. Dengan kedua perangkat hukum ini, sosialisasi dan konsolidasi
pengendalian flu burung di daerah-daerah semakin ditingkatkan. Langkah ini
memperluas kesadaran tentang bahaya flu burung dan kesadaran tentang pentingnya
pemeliharaan ternak secara sehat agar hasil ternak aman dikonsumsi dan pemeliharaan
ternak tidak membahayakan manusia. Keamanan bahan pangan protein ini sangat
penting untuk mendukung peningkatan sumber daya manusia yang berkualitas yang memerlukan
konsumsi pangan dalam jumlah yang cukup dan memenuhi syarat gizi yang seimbang.
Dalam mewujudkan ketahanan pangan,
masalah distribusi juga ditangani agar bahan pangan yang sudah ditingkatkan ketersediaannya
melalui langkah-langkah tersebut sampai ke tingkat rumah tangga dengan harga yang
terjangkau. Untuk kelancaran distribusi pangan ini, langkah yang dilakukan
adalah terus mengembangkan koordinasi sistem distribusi pangan yang didukung dengan
pengembangan dan pemanfaatan kelembagaan petani untuk melancarkan distribusi serta
mengembangkan model-model distribusi yang efisien. Pengembangan sistem
distribusi pangan telah berhasil memetakan sentra-sentra distribusi beras dan
aliran distribusi beras, terutama di pusat-pusat perdagangan beras. Selanjutnya,
untuk mengawasi pergerakan harga secara dini, BPS juga meningkatkan pengamatan
harga beras pada tingkat konsumen dengan
frekuensi yang lebih tinggi. Dengan demikian, distribusi yang dilakukan melalui
mekanisme pasar akan dapat terpantau dengan baik dan masalah distribusi yang
ada dapat ditangani bersama antara pemerintah dan masyarakat secara baik.
Meskipun sistem distribusi terus disempurnakan
fungsinya, disadari masih ada sebagian masyarakat yang tidak dapat menjangkau
pangan dengan baik untuk mencukupi kebutuhan konsumsinya. Dalam kaitan ini, pemerintah
mengembangkan sistem isyarat/peringatan dini rawan pangan agar rawan pangan
dapat dicegah dan diatasi sedini mungkin. Untuk kelompok masyarakat yang
berpendapatan di bawah garis kemiskinan, pemerintah menyediakan pula penjualan
beras bersubsidi yang dikenal dengan raskin. Jumlah subsidi raskin pada tahun
2007 sebesar Rp6,7 triliun atau setara dengan 1,9 juta ton beras.
Langkah yang bersifat jangka menengah
juga dilakukan melalui pengembangan pangan lokal. Pengembangan pangan lokal ini
tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan keragaman konsumsi pangan agar tidak
tergantung pada beras terutama untuk daerah-daerah yang bukan sentra produksi
beras sehingga kebutuhan pangan mereka dapat dicukupi secara lokal. Manfaat
lain adalah agarrumah tangga lebih dapat menjangkau bahan pangan sesuai
dengankondisi lokal serta merupakan peluang untuk diversifikasi usaha dan pendapatan.
Sejalan dengan desentralisasi, upaya-upaya mewujudkan ketahanan pangan
tersebut, baik di sisi produksi, distribusi, maupun peningkatan akses terhadap pangan
tersebut didukung dengan penyuluhan, pendampingan, dan koordinasi, baik
antarsektor maupun antara pusat dan daerah serta antardaerah. Langkah ini sangat penting untuk terus dilakukan karena
ketahanan pangan merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah pusat maupun
pemerintah daerah dan masyarakat. Pada tingkat desa diperkuat pula upaya lokal
untuk mengatasi masalah pangan dengan membetuk desa mandiri pangan (Desa
Mapan). Pembentukan Desa Mapan ini adalah untuk meningkatkan keterpaduan
langkah-langkah yang selama ini dilakukan untuk mengatasi ketahanan pangan di daerah,
baik di sisi ketersediaan, diversifikasi pangan, pemanfaatan pekarangan serta
cadangan pangan lokal. Pada tahun 2006 sebanyak 220 desa di 107 kabupaten yang
dibina menjadi Desa Mapan, danpada tahun 2007 diperluas ke 604 desa di 180
kabupaten. Dengan demikian, langkah yang dilaksanakan akan berkesinambungan
untuk menjaga ketahanan pangan secara berlanjut dan lestari.
Masalah produktivitas dan pertumbuhan produksi
pertanian, perikanan, dan kehutanan diatasi dengan kebijakan produksi, produktivitas,
mutu, dan nilai tambah hasil pertanian dan perikanan. Langkah ini didukung pula
dengan optimalisasi pendayagunaan sumber daya perikanan secara lestari,
sedangkan peningkatankualitas pertumbuhan dalam bidang kehutanan ditempuh
dengankebijakan perbaikan pengelolaan hutan dan peningkatan hasil hutannonkayu.
Langkah yang ditempuh untuk meningkatkan
kualitas pertumbuhan pertanian adalah dengan meningkatkan produktivitas dan
produksi komoditas perkebunan, peternakan, dan hortikultura. Dengan peningkatan
produktivitas dan produksi ini, akan terjadi pertumbuhan yang signifikan dalam
bidang pertanian. Kegiatan usaha di ketiga subsektor ini memiliki tingkat
pertumbuhan lebih tinggi dibanding usaha tani pangan sehingga peluang untuk peningkatan
pendapatan dan kesejahteraan petani sangat besar.
Peningkatan produksi ketiga subsektor
ini juga mendukung ekspor nonmigas dan menyediakan bahan baku industri
pengolahan hasil pertanian. Untuk itu, ditempuh upaya peningkatan investasi dan
peremajaan kebun, terutama kebun rakyat, peningkatan produksi daging, serta
peningkatan produksi sayur dan buah-buahan. Langkah ini didukung dengan penyediaan
benih dan bibit bermutu, penyediaan sarana dan prasarana produksi, penyebaran
dan penerapan berbagai teknologi baru, serta penyuluhan dan pendampingan.
Fungsi penyuluhan dan pendampingan ini ditingkatkan secara signifikan dengan
melakukan revitalisasipenyuluhan secara komprehensif. Dalam tahun 2007 sebagai
hasilditerbitkannya Undang-Undang No. 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan
Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan, fungsi penyuluhan secara menyeluruh
ditingkatkan melalui (1) bantuan biaya
operasional penyuluh; (2) penyediaan sarana penyuluhan; (3) pemfungsian
kembali balai penyuluhan yang berada pada tingkat kecamatan agar layanan
penyuluhan lebih dekat ke masyarakat; (4) peningkatan jumlah penyuluh; dan (5)
koordinasi untuk meningkatkan fungsi penyuluhan dan diseminasi teknologi secara
lebih terpadu.
Untuk mengatasi keterbatasan modal,
pemerintah menyediakan subsidi bunga untuk kredit revitalisasi perkebunan dan bantuan
untuk penjaminan melalui skim pelayanan pembiayaan pertanian (SP3). Sementara
itu, untuk membantu petani kecil yang memiliki kesulitan menjangkau sumber
permodalan, pemerintah menyediakan bantuan modal baik melalui penguatan modal
usaha kecil (PMUK), lembaga mandiri yang mengakar di masyarakat (LM3) dan
bantuan langsung masyarakat (BLM). Dengan penyediaan berbagai bantuan modal ini,
usaha ekonomi pertanian secara luas, baik pada tingkat produksi, pengolahan
untuk meningkatkan mutu dan nilai tambah, maupun pemasaran dapat dilakukan oleh
petani. Langkah ini sekaligus meningkatkan diversifikasi usaha di perdesaan,
baik bagi petani maupun masyarakat desa pada umumnya. Langkah membantu petani,
terutama petani kecil, menunjukkan keberpihakan pemerintah untuk membantu
petani kecil dan masyarakat perdesaan pada umumnya. Langkah tersebut didukung
pula dengan penguatan kelembagaan petani, baik melalui pelatihan, sekolah
lapangan, magang, maupun pembinaan untuk membentuk kelompok tani, koperasi, dan
bentuk lembaga lain.
Pelaksanaan langkah-langkah di atas
telah direalisasikan dengan perbaikan infrastruktur pertanian dengan dana
sekitar Rp1,1 triliun. Dana subsidi kredit ketahanan pangan (KKP) penyalurannya
secara kumulatif sampai dengan semester I 2007 mencapai sebesar Rp4,6 triliun
atau 220 persen dari plafon sebesar Rp2,1 triliun yang disediakan. Sejak tahun
2006 pemerintah telah menyediakan pula dana penjaminan di perbankan yang pada
saat ini mencapai Rp0,9 triliun sebagai jaminan bagi petani yang memiliki
agunan terbatas.
Berdasarkan perjanjian dengan perbankan, nilai tersebut dapat menjamin
kredit pertanian hingga Rp4,5 triliun. Pada masa mendatang skim penjaminan ini
akan diperluas dengan melibatkan lembaga penjamin kredit.
Pemberian bantuan modal melalui PMUK
pada tahun 2006 telah diberikan untuk membantu penyediaan 250 unit traktor, 916
unit pompa air dan 18 unit silo jagung bagi petani. Selain itu, dilakukan pula
pendistribusian benih jagung gratis untuk 270 ribu hektar, benih tanaman
perkebunan senilai Rp58 miliar, serta 5.700 ekor bibit sapi untuk mengembangkan
pusat perbibitan sapi yangandal. Pada tahun 2007 alokasi dana PMUK 2007 ditingkatkanmenjadi
sebesar Rp116 miliar, untuk pengembangan LM3 sebesar Rp250 miliar, untuk peningkatan produksi dan
produktivitas sebesar Rp315 miliar.
Sebagai pelaksanaan dari Undang-Undang
No. 16/2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan,
telah disediakan bantuan 5.000 unit kendaraan bermotor dan tambahan biaya
operasional sebesar Rp250 ribu/orang/bulan bagi 28 ribu tenaga penyuluh yang
ada. Pada tahun 2007 telah diangkat 6.000 orang tenaga harian lepas penyuluh
pertanian yang diperkuat pula dengan 1.288 orang tenaga harian lepas pengamat
organisme pengganggu tanaman/pengamat hama. Pengamat hama ini disediakan biaya
operasional dan insentif untuk pelaksanaan tugas.
Langkah dan dukungan tersebut telah
berhasil meningkatkan produksi padi dan jagung serta komoditas palawija lain.
Produksi padi yang pada tahun 2006 mencapai sebesar 54,5 juta ton gabah kering
giling, pada tahun 2007 (angka ramalan II) diperkirakan mencapai sebesar 55,1
juta ton gabah. Peningkatan ini diperoleh dari adanya peningkatan produktivitas
sebesar 1,5 persen meskipun luas panen turun sebesar 0,2 persen. Dengan tingkat
produksi ini, hasil pembelian gabah dan
beras mencapai sebesar 1,1 juta ton setara beras atau sebesar 61,1 persen dari
total rencana pengadaan beras dalam negeri sebesar 1,8 juta ton.
Hasil pembelian gabah dan beras ini
telah berhasil mempertahankan harga gabah pada tingkat produsen rata-rata pada tingkat
Rp2.436/kg gabah kering panen (GKP) lebih tinggi dari hargapembelian pemerintah
(HPP) gabah untuk GKP yang ditetapkan sebesar Rp2.035. Relatif tingginya harga
gabah ini disebabkan pula oleh meratanya waktu panen dan besarnya permintaan
gabah/beras yang sempat meningkatkan harga beras sejak akhir tahun 2006 sampai triwulan
pertama 2007. Dengan berhasilnya panen di berbagai daerah, harga beras yang
pada awal tahun 2007 sempat mencapai sebesar Rp6.000,00-Rp6.500,00/kg pada
bulan Juli sudah mencapai rata-rata Rp5.944/kg pada tingkat konsumen. Hasil pengamatan
lapangan oleh instansi pertanian di berbagai daerah, tingkat realisasi panen
sampai dengan bulan Juli 2007 sudah mencapai 90 persen dari tingkat panen tahun
lalu pada periode yang sama, atau 70 persen dari seluruh perkiraan produksi
tahun 2007.
Keberhasilan panen padi ini didukung
pula dengan peningkatan produksi jagung sebesar 6,9 persen dari tahun lalu,
yaitu dari produksi jagung sebesar 11,6 juta ton menjadi 12,4 juta ton pada tahun
2007. Peningkatan produksi jagung ini didukung oleh produksi ubi kayu, ubi
jalar, dan kedele. Meskipun menurun, produksi ubi kayu, ubi jalar, dan kedele
memperkuat ketersediaan pangan nasional.
Selanjutnya, produksi komoditas
pertanian lain juga mengalami peningkatan. Komoditas hortikultura berupa sayur
danbuah-buahan yang menyediakan vitamin dan serat untuk mendukung konsumsi gizi
seimbang, pada tahun 2006 mengalami peningkatan dengan kisaran antara 0,2
persen sampai 54,3 persen. Produksi jeruk mengalami peningkatan sebesar 18,2
persen dari 2,2 juta ton tahun 2005 menjadi 2,6 juta ton tahun 2006. Produksi
durian dan manggis masing-masing meningkat 32,1 persen dan 12,2 persen.
Selanjutnya, produksi mangga meningkat 14,8 persen sedangkan produksi pisang mengalami
penurunan 2,7 persen. Produksi sayuran, misalnya bawang merah mengalami peningkatan
sebesar 8,5 persen, dari 732,6 ribu ton tahun 2005 menjadi 794,9 ribu ton tahun
2006. Produksi komoditas tomat menurun 2,7 persen, dari 647,0 ribu ton pada
tahun 2005 menjadi 629,7 ribu ton pada tahun 2006, sedangkan produksi kentang
hanya mengalami peningkatan sebesar 0,2 persen. Usaha hortikultura yang
meningkat ini selain meningkatkan ketersediaan bahan pangan juga merupakan sumber
pendapatan yang sangat baik dalam rumah tangga petani, sehingga pemerintah
terus mendukung pengembangannya dengan menyediakan benih bermutu dan
pembinaan mutu serta keamanan produk.
Selanjutnya, populasi ternak pada tahun
2006 mengalami peningkatan dibanding tahun 2005. Peningkatan tertinggi (18,2 persen)
terjadi pada ayam ras petelur dari 84,8 juta ekor pada tahun 2005 menjadi 100,2
juta ekor pada tahun 2006. Populasi ternak ayam buras naik 4,3 persen dari
279,0 juta ekor menjadi 291,1 juta ekor, sapi perah naik 2,2 persen dari 361 ribu
ekor menjadi 369 ribu ekor, kambing naik 3,0 persen dari 13,4 juta ekor menjadi
13,8 juta ekor, dan sapi potong naik 2,8 persen dari 10,6 juta ekor menjadi
10,9 juta ekor.
Produksi komoditas perkebunan yang menjadi sumber devisa seperti
kelapa sawit, karet, dan kakao juga terus ditingkatkan pengembangannya.
Produksi kelapa sawit yang pada tahun 2006 mencapai sebesar 13,4 juta ton, pada
tahun 2007 akan ditambah produksinya dengan perluasan kebun sebesar 350 ribu ha
dan peremajaan kebun kelapa sawit rakyat. Peningkatan produksi ini mengantisipasi
peningkatan permintaan dari pasar dalam negeri danluar negeri dengan adanya
penggunaan minyak sawit untuk bahanbaku nabati sebagai pengganti BBM.
Untuk mempercepat revitalisasi perkebunan ini telah dikeluarkan
Peraturan Menteri Keuangan No. 117/PMK.06/2006 tentang Kredit Pengembangan
Energi Nabati dan Revitalisasi Perkebunan. Subsidi bunga yang disediakan
tersebut akan dilaksanakan oleh Bank Rakyat Indonesia, Bank Mandiri, BNI-46, Bank
Bukopin, Bank Nagari, dan Bank Sumut.
Melalui revitalisasi perkebunan,
produksi karet, dan kakao juga akan ditingkatkan dengan melakukan peremajaan
dan pengendalian penyakit pada kebun karet dan kakao rakyat. Pelaksanaan
revitalisasi perkebunan yang dimulai sejak akhir tahun 2006, pada tahun 2007
ini sudah berhasil diseleksi perusahaan intidan pekebun rakyat yang akan melakukan
peremajaan dan perluasan kebun untuk ketiga komoditas sebesar 90,6 ribu ha.
Perluasan kebun ini diutamakan dilakukan pada lahan-lahan yang sudah memiliki
izin usaha tetapi tidak pernah dimanfaatkan sehingga tidak mengkhawatirkan
pembukaan hutan baru dan degradasi hutan.
Selanjutnya, peremajaan kebun tebu yang
telah dilakukan sejak tahun 2004 melalui akselerasi produksi gula nasional
telah meningkatkan produksi gula nasional dari 1,8 juta ton pada tahun 2002 menjadi
2,3 juta ton pada tahun 2006.
Dalam rangka mendukung penyediaan bahan
bakar nabati, telah dilakukan peningkatan produksi bibit jarak seluas 345 ribu
ha, termasuk pengembangan kebun bibit sebar dan pengembangan percontohan
pengolahan jarak di lokasi yang sama. Dengan melakukan langkah-langkah ini,
potensi diversifikasi bahan bakar dengan memanfaatkan bahan lokal dapat
ditingkatkan.
Selanjutnya, berbagai perbaikan
infrastruktur untuk mendukung peningkatan produksi pangan dan pertanian
lainnya, telah pula memberi manfaat ganda dalam memberikan lapangan pekerjaan
di perdesaan. Perbaikan infrastruktur dengan swadaya masyarakat dengan
nilai sebesar Rp500 miliar, telah memberikan pekerjaan kepada
sekitar 10,7 juta orang kerja di daerah perdesaan.
Peningkatan produksi dan pendapatan
usaha lain di perdesaan, telah
meningkatkan pendapatan rumah tangga petani. Nilai tukar petani (NTP) yang pada
tahun 2005 mencapai indeks sebesar 100,9, pada tahun 2006 meningkat menjadi
102,5. Pada bulan Februari NTP 2007 sudah meningkat menjadi sebesar 109,9.
Peningkatan pendapatan petani dan masyarakat perdesaan ini ditunjukkan oleh nilai
PDB per tenaga kerja di sektor pertanian. Pendapatan tenaga kerja pertanian yang pada tahun 2003 sebesar
Rp5,1 juta meningkat menjadi Rp5,5 juta pada tahun 2004, dan pada tahun 2006
meningkat menjadi Rp6,5 juta.
Secara nasional, perkembangan produksi pertanian tersebut berkontribusi
terhadap penyerapan tenaga kerja, yang pada tahun 2006 mencapai sebesar 42,3
juta, pada tahun 2007 diperkirakan akan menyerap sebanyak 43 juta. Kontribusi
terhadap ekspor juga meningkat. Nilai ekspor komoditas pertanian tahun 2004
sebesar US$9,9 miliar meningkat menjadi US$11,6 miliar pada tahun 2005 dan
meningkat lagi menjadi US$14,9 miliar pada tahun 2006.
B. Revitalisasi Perikanan
Kebijakan peningkatan produksi perikanan
dilakukan dengan pendayagunaan sumber daya perikanan yang tepat untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi nasional dan
pemerataan kesejahteraan masyarakat. Dalam pelaksanaannya, kebijakanpembangunan
untuk perikanan-tangkap ditekankan pada pengembangan perikanan-tangkap di
perairan/kawasan yang masihbelum/kurang dimanfaatkan, seperti sumber daya ikan
laut dalam, laut lepas, dan zona ekonomi eksklusif (ZEE); dan pengendalian penangkapan
di perairan/kawasan telah mengalami overfishing.
Untuk perikanan budi daya, kebijakan
pembangunan lebih ditekankan pada pengembangan dan menata kembali perikanan budidaya
melalui pola budidaya yang lebih efisien, berdaya saing, dan berwawasan lingkungan. Kebijakan
peningkatan mutu perikanan dilakukan melalui pengembangan dan rehabilitasi
sarana dan prasarana produksi serta pengolahan hasil; melalui pengembangan dan peningkatan mutu produk perikanan, baik
dalam proses produksimaupun pengolahannya.
Dalam rangka meningkatkan produksi
perikanan pada pada tahun 2006 hingga pertengahan tahun 2007, telah
dilaksanakan peningkatkan usaha budi
daya perikanan yang dilakukan melalui pembangunan
dan rehabilitasi saluran tambak seluas sekitar 7,6 ribu Ha, optimalisasi 4
balai/loka budi daya, pembangunan, dan rehabilitasi
Balai Benih Ikan/Balai Benih Udang/Balai Benih Ikan Pantai di 108 lokasi, pengembangan sarana
perikanan budi daya bagi petambak
menjadi seluas 47,8 ribu Ha, penyediaan benih bagi kelompok pembudi daya ikan, dan
pembangunan unit perbenihan rakyat (UPR)
yang telah beroperasi sejumlah 272.101 unit. Di samping itu, telah dilakukan pula
usaha peningkatan produksi perikanan tangkap yang ditempuh melalui upaya
pengembangan prasarana dan sarana di 89 unit pelabuhan perikanan yang
mencakup 79 unit pelabuhan pendaratan
ikan (PPI), 1 unit pelabuhan perikanan samudera (PPS), dan 9 unit pelabuhan
perikanan pantai (PPP).
Sementara itu, upaya peningkatan dan
pengendalian mutu hasil perikanan pada
tahun 2007 telah dicapai melalui upaya bimbingan
teknis penanganan hasil perikanan dan nilai tambah di 10 lokasi, penyediaan cool box fibreglass di
3 lokasi, pembinaan manajemen mutu terpadu (PMMT), penguatan 39 laboratorium pembinaan
dan pengujian mutu hasil perikanan (LPPMHP), fasilitasi jaringan pemasaran di 5
lokasi, pembinaan ekspor di 20 lokasi, pembangunan 8 unit pasar ikan higienis
(PIH), pelatihan dan pendampingan serta pengembangan sarana pengeringan dan pengembangan
unit pelayanan pengembangan (UPP), sosialisasi standar nasional Indonesia (SNI)
untuk rumput laut kering, fasilitasi jaringan pemasaran di 5 lokasi, dan
promosi ekspor pada event pameran luar negeri.
Selanjutnya, untuk mendukung peningkatan
perikanan tangkap dan nilai tambah perikanan, pada tahun 2007 telah dilakukan
upaya pengembangan riset kelautan dan
perikanan, melalui (1) bantuanpaket teknologi yang siap diaplikasikan di
masyarakat; (2)bimbingan dan pendampingan selama penerapan bantuan paket teknologi;
(3) penyebaran peta fishing ground melalui website; (3) teknologi sistem
rantai dingin melalui rancang bangun peti berinsulasi dan inovasi ice maker berbahan
dasar air laut; (4) pembuatan pengawet ikan alternatif yang tidak berdampak
pada kesehatan manusia; (5) pembenihan jenis-jenis ikan domestik (tuna dan
patin hybrid); (6) riset pembudidayaan melalui teknologi tepat guna yang ramah
lingkungan; (7) riset pakan dan nutrisi; (8) riset penyakit dan kesehatan ikan;
(9) prototipe alat pengolahan produk; (10) peluncuran produk antilin (reagen
pendeteksi cepat kandungan formalin dalam produk perikanan); dan (11) riset
eksplorasi sumber daya nonkonvensional.
Jika dilihat dari sisi produksi,
produksi perikanan mengalami kenaikan sebesar 7,73 persen, yakni dari 6,86 juta
ton pada tahun 2005 menjadi 7,39 juta ton pada tahun 2006. Dalam periode 2005- 2006,
produksi perikanan tangkap di laut masih mendominasi. Namun, di sisi lain,
peningkatan produksi perikanan budi daya masih memiliki potensi dalam memberikan
kontribusi peningkatan produksi perikanan di Indonesia. Peningkatan produksi
budi daya inidipicu oleh kenaikan produksi budi daya karamba, laut, kolam, tambak,
jaring apung dan budi daya sawah. Hal itu menunjukkan bahwa pengembangan usaha
budi daya pada saat ini dan pada masa yang akan datang semakin memegang peranan
penting dalam pembangunan perikanan sehingga diperkirakan pada tahun 2007 produksi
perikanan dapat mencapai 7,5 juta ton.
Peningkatan produksi perikanan telah
menyumbang ketersediaan bahan pangan protein hewani untuk mendukung peningkatan
kualitas gizi dan diversifikasi pangan bagi masyarakat. Penyediaan ikan untuk
konsumsi meningkat sebesar 5,9 persen, yakni dari 5,25 juta ton pada tahun 2005
menjadi 5,56 juta ton pada tahun 2006. Tingkat konsumsi ikan masyarakat juga
mengalami kenaikan sebesar 4,51 persen, yakni dari 23,95 kg/kapita/tahun pada tahun
2005 menjadi 25,03 kg/kapita/tahun pada tahun 2006.
Konsumsi ikan diperkirakan pada tahun
2007 akan menjadi 25,8 kg/kapita/tahun. Peningkatan konsumsi ikan tersebut
tidak lepas dari program Gemar Makan Ikan yang selalu disosialisasikan. Jika
dilihat dari sisi devisa negara, kenaikan produksiperikanan mampu memberikan sumbangan
devisa. Volume ekspor hasil perikanan
meningkat sebesar 8,12 persen, yakni dari 0,86 juta ton pada tahun 2005 menjadi
0,93 juta ton pada tahun 2006. Nilai
eskpor hasil perikanan juga mengalami peningkatan sebesar 9,95 persen,
yakni dari US$1,91 miliar pada tahun 2005 menjadi US$2,1 miliar pada tahun
2006. Tahun 2006 merupakan tahun pertama nilai ekspor produk perikanan mencapai
nilai di atas US$2 miliar. Nilai ekspor hasil perikanan diperkirakan dapat
mencapai US$2,18 miliarpada tahun 2007, bahkan kemungkinan bisa melebihi dari
angka tersebut.
PDB bidang perikanan mengalami
peningkatan sebesar 22,86 persen, yakni dari Rp59,39 triliun pada tahun 2005
menjadi Rp72,97 triliun pada tahun 2006. Kenaikan tersebut lebih besar dari
kenaikan PDB kelompok pertanian dan PDB nasional dan PDB tanpa migas.
Kontribusi PDB perikanan terhadap PDB nasional tanpa migas juga mengalami
kenaikan sebesar 1,66 persen, yakni dari 2,41 persen pada tahun 2005 menjadi
2,45 persen pada tahun 2006. Tahun 2007 diperkirakan PDB perikanan mencapai
Rp20,25 triliun sampai dengan triwulan I.
C. Revitalisasi Kehutanan
Untuk meningkatkan kualitas pertumbuhan
kehutanan, dilakukan kebijakan revitalisasi kehutanan yang dititikberatkan pada
upaya revitalisasi industri kehutanan, terutama melalui pembangunan hutan
tanaman industri dan peningkatan produksi hasil hutannonkayu. Langkah-langkah
yang ditempuh adalah (1) revitalisasi industri kehutanan; (2) pemberdayaan
masyarakat di dalam dan sekitar hutan; (3) rehabilitasi dan pemulihan cadangan
sumber dayaalam; dan (4) pelindungan dan konservasi sumber daya alam. Revitalisasi
industri kehutanan dititikberatkan pada pembangunan hutan tanaman industri,
pemanfaatan hasil hutan bukan kayu, dan peningkatan pemanfaatan jasa
lingkungan. Untuk meningkatkan efisiensi dan daya saing industri kehutanan,
pada periode tahun 2004-2009 dilakukan pembangunan hutan tanaman yang
direncanakan seluas 9 juta ha. Dari luasan tersebut, di antaranya 60 persen
(5,4 juta ha) diarahkan untuk hutan tanaman rakyat (HTR) dan 40 persen (3,6
juta ha) dialokasikan untuk hutan tanaman industri (HTI) badan usaha milik
negara/swasta (BUMN/BUMS).
Pembangunan HTR tersebut dimaksudkan
untuk memberikan akses hukum kepada masyarakat untuk memperoleh izin usaha pemanfaatan
hasil hutan kayu dari hutan tanaman rakyat (IUPHHK HTR) dalam skala kecil.
Untuk menyediakan alternatif usaha bagi masyarakat sekaligus meningkatkan suplai
bahan baku kayu industri, dikembangkan pula pembangunan hutan rakyat,
pengembangan social forestry, dan pengembangan aneka usaha kehutanan khususnya
hasil hutan bukan kayu.
Selanjutnya, dalam rangka melaksanakan
kebijakan peningkatan investasi baru dalam bidang kehutanan telah dikeluarkan
(1) Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana
Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan; (2) Peraturan Menteri Kehutanan
Nomor P.55/Menhut-II/2006 tentang Penatausahaan Hasil Hutan yang Berasal dari
Hutan Negara dalam rangka mendorong ekspor hasilhutan; (3) Peraturan Menteri
Kehutanan Nomor P.19/Menhut- II/2007 tentang Tata Cara Pemberian Izin dan
Perluasan Areal Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Tanaman
Industri Dalam Hutan Pada Hutan Produksi, dalam rangka investasi; dan
(4)Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.20/Menhut-II/2007 tentang Tata Cara
Pemberian Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dalam Hutan Alam pada Hutan
Produksi melalui Permohonan dalam rangka investasi. Untuk meningkatkan akses
pelaku usaha terhadap lembaga keuangan untuk membuka hutan produksi, pemerintah
telah membentuk Badan Layanan Umum (BLU)-Badan Pembiayaan Pembangunan Hutan
(BPPH). Dengan terbentuknya BLU-BPPH ini, investasi pada sektor kehutanan akan
tumbuh dan mendukung
pertumbuhan industri kehutanan yang berkelanjutan yang sekaligus membuka
lapangan kerja baru.
Dalam bidang pengusahaan/pemanfaatan
hutan beberapa halyang telah dicapai adalah bertambahnya jumlah investasi di
hutan alam/hutan tanaman. Dalam tahun 2006-2007 jumlah investasi ini telah bertambah sebanyak 69 unit dengan total
investasi yang masuk US$996,1 juta dan penyerapan tenaga kerja sebanyak 3.015
orang per tahun. Sampai dengan bulan Mei 2007 nilai investasi perusahaan pemegang
HPH adalah (1) rencana investasi sebesar Rp653 miliar, (2) nilai perolehan
sebesar Rp7,3 triliun, dan (3) nilai buku sebesar Rp3,7 triliun, dengan total
aset sebesar Rp16,9 triliun, sedangkan pengunaan tenaga kerja di bidang pengusahaan
hutan sampai dengan bulan Mei 2007 mencapai sebanyak 33 ribu orang tenaga kerja
Indonesia.
Pembangunan HTI (HPH-Tanaman) pada 2006
terealisasi seluas 237,1 ribu ha sehingga total tanaman yang ada sejak 1990 sampai
Desember 2006 seluas 3,5 juta ha, yang terdiri atas tanaman HTI (pulp dan
pertukangan) seluas 3,1 juta ha, tanaman andalan seluas 439,5 ribu ha, tanaman
HPH tanaman campuran (HPH-TC) seluas 2.577 ha dan tanaman swakelola seluas 28,7
ribu ha, sedangkan tenaga kerja yang terserap di HTI-Pulp adalah 5.762 orang, HTI nontrans 2.465 orang, dan HTI
trans 477 orang. Untuk menciptakan kepastian hukum dalam bidang industri telah
dilakukan pembaharuan izin usaha industri primer hasil hutan kayu (IU-IPHHK)
kapasitas produksi di atas 6.000 m3 per tahun.
Sampai dengan tahun 2006/2007 total
pembaharuan IU-IPHHK yang telah diterbitkan sebanyak 143 unit dengan total
tenaga kerja yang terserap yaitu 164.878 orang. IU-IPHHK baru yang telah
diterbitkan pada tahun 2006 sebanyak 5 unit dengan investasi sebesar
Rp524,7 miliar dengan menyerap tenaga
kerja 5.727 orang, sedangkan IUIPHHK baru yang telah diterbitkan sampai bulan
Januari 2007 yaitu sebanyak 2 unit dengan investasi sebesar Rp73,3 miliar
danmenyerap tenaga kerja sebanyak 1.250 orang. Sampai dengan bulanApril 2007 persetujuan
prinsip dalam rangka IU-IPHHK baru sebanyak 8 unit dengan total investasi
Rp729,4 miliar dengan menyerap tenaga kerja sebanyak 4.363 orang. Izin
perluasan IPHHK yang telah diterbitkan pada tahun 2006 sebanyak 2 unit dengan
total investasi sebesar Rp20,8 miliar dan tenaga kerja 1.027 orang, dan sampai
bulan Maret 2007 sebanyak 4 unit dengan total investasi sebesar Rp287,6 miliar
dan menyerap tenaga kerja sebanyak 3.119 orang. Dalam proses izin perluasan
usaha IPHHK sebanyak 12 unit dengan tambahan investasi sebanyak Rp166,6 miliar
dan tenaga kerja sebanyak 2.841 orang.
Volume ekspor sampai dengan September
2006 untuk panel kayu sebesar 2,2 juta m3 dengan nilai devisa US$942,0 juta dan
untuk kayu olahan (wood working) sejumlah 1,4 juta m3 dengan nilai devisa
US$779,8 juta. Pada periode ekspor tahun 2006 nilai panel kayu mengalami
peningkatan US$422/m3 dari US$366/m3 pada tahun 2005. Sedangkan wood working
mengalami peningkatan dari US$533/m3 pada tahun 2005 menjadi US$543/m3.
Pemberdayaan ekonomi masyarakat di dalam dan di sekitar hutan
untuk mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap hutan alam, antara lain
melalui pembinaan masyarakat desa hutan (PMDH) oleh pemegang hak pengusahaan
hutan/HPH (di luar Jawa), pengelolaan hutan bersama masyarakat (PHBM) oleh
Perum Perhutani (di Jawa), serta hutan kemasyarakatan (HKm). Berkaitan dengan
pemberdayaan masyarakat setempat, realisasi pelaksanaan pembangunan model
pengelolaan hutan meranti (PMUHM), sampai dengan tahun 2007 adalah sebanyak 387,8
ribu tanaman pada lahan seluas 1,5 ribu ha, dengan lokasi di provinsi Sumatera
Barat 93 ribu (419 ha), di provinsi Kalimantan Barat sebanyak 87,1 ribu tanaman
pada lahan seluas 392,4 ha, di provinsi Kalimantan Timur sebanyak 80,6 ribu
tanaman pada lahan seluas 114,5 ha dan provinsi Kalimantan Selatan sebanyak 127
ribu tanaman pada lahan seluas 572 ha. Pembinaan masyarakat desa hutan (PMDH)
sampai dengan tahun 2006/2007 telah dilakukan di 21 provinsi yang melibatkan
592 desa dengan jumlah 13.754 KK.
Untuk mendukung langkah pengentasan
kemiskinan, pada Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 juga telah diatur kesempatan
berusaha bagi masyarakat. Masyarakat setempat dapat memperoleh akses yang lebih
luas ke sumber daya hutan produksi melalui pembangunan hutan tanaman rakyat
(HTR). Peraturan pemerintah itu juga memberikan perhatian dalam rangka
pembiayaan masyarakat setempat antara lain melalui pengakuan (rekognisi) hutan kemasyarakatan
(HKm) dan hutan desa (HD).Rehabilitasi dan pemulihan cadangan sumber daya alam dengan
prioritas pada 60 DAS dan sisa sejumlah 398 DAS sebagai prioritas selanjutnya.
Sejalan dengan itu rehabilitasi hutan dan lahan dimaksudkan untuk mengimbangi
laju degradasi. Selanjutnya, pelindungan dan konservasi sumber daya alam untuk
memberantas pencurian kayu di hutan negara dan perdagangan kayu illegal.
Langkah ini mendapat dukungan negara-negara konsumen kayu, LSM
internasional dan internasional yang tertuang dalam berbagai bentuk kerja sama,
baik regional ASEAN maupun internasional.
Dalam rangka peningkatan hasil hutan
nonkayu, terus ditingkatkan pemanfaatan jasa lingkungan dan wisata alam. Dalam kaitan
itu, telah dilakukan (1) pemantapan dan konsultasi publik peraturan
perundang-undangan dalam bidang pemanfaatan jasa lingkungan dan wisata alam; (2)
pelaksanaan seminar nasional pemanfaatan jasa lingkungan hutan dan identifikasi
dan prospek pelaksanaan pemanfaatan kawasan konservasi untuk perdagangan karbon;
kajian bersama pemanfaatan pariwisata alam dengan pengusaha pariwisata alam,
masyarakat, koperasi dan BUMN; (3) penyusunan data base objek dan daya
tarik wisata alam, dan buku
informasi peluang pemanfaatan jasa lingkungan di kawasan konservasi;
(4) promosi wisata alam dan pendidikan konservasi sumber daya alam hutan dan
ekosistem; (5) penyusunan master planjasa lingkungan dan pariwisata alam
tingkat kawasan di 4 lokasi; (6) penyempurnaan dan pemantapan peraturan
perundang-undangan di bidang pemanfaatan jasa lingkungan dan wisata alam; dan
(7) penyusunan peraturan Menteri Kehutanan tentang izin usaha pemanfaatan jasa
izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan air.
III. Tindak Lanjut yang Diperlukan
Dengan hasil yang telah dicapai
tersebut, langkah kebijakan masih akan diteruskan sampai dengan akhir tahun
2007 sesuai dengan yang direncanakan. Dalam rangka lebih meningkatkan ketersediaan
pangan khususnya padi, untuk mengantisipasi adanya gejolak harga beras yang
terjadi sejak akhir tahun 2006 sampai dengan awal tahun 2007, target produksi
beras tahun 2007 ditambah sebesar 2 juta ton beras atau setara dengan 3,1 juta
ton gabah kering giling sehingga produksi diharapkan mencapai 58,1 juta ton
gabah kering giling. Keseriusan untuk melakukan pengawalan, baik dari aspek
benih dalam jumlah mencukupi maupun mutu yang baik sedang terus dilakukan. Dengan
kemunduran tanam pada awal tahun 2007, pencapaian produksi diperkirakan akan
terjadi sampai dengan awal tahun 2008. Untuk itu, dalam tahun 2008 sasaran
peningkatan produksi padi ditargetkan meningkat sebesar 5 persen dari produksi tahun
2007.
Dengan pertumbuhan produksi ini,
revitalisasi pertanian, perikanan, kehutanan, dan pembangunan perdesaan
menetapkan sasaran pertumbuhan PDB tahun pertanian secara luas pada tahun 2008
sebesar 3,7 persen dan yang diiringi dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat
perdesaan. Sasaran ini diwujudkan pada(1) meningkatnya produksi pangan; (2)
meningkatnya produksi perikanan sebesar 6,5 persen; (3) meningkatnya produk
industri kayu
dan hasil hutan sebesar 5,0 persen; (4) meluasnya kesempatan kerja
dan meningkatnya keragaman/diversifikasi usaha ekonomi diperdesaan, agar
kemiskinan di perdesaan semakin berkurang; dan (5) menata kembali ketimpangan
penguasaan dan penggunaan tanah
yang lebih adil.
Untuk itu, fokus pembangunan yang akan
dilakukan adalah (1) peningkatan produksi pangan dan akses rumah tangga
terhadap pangan; (2) peningkatan produktivitas dan kualitas produk pertanian, perikanan
dan kehutanan; (3) perluasan kesempatan kerja dan diversifikasi ekonomi perdesaan;
(4) peningkatan kualitas pengelolaan hutan dan lingkungan; dan (5) pembaharuan
agraria nasional.
Dalam rangka meningkatan produksi pangan
dan akses rumah tangga terhadap pangan, dukungan penyediaan dan perbaikan infrastruktur
pertanian dalam bentuk pembangunan dan rehabilitasi jaringan irigasi desa dan
tingkat usaha, tata air mikro, jalan usaha tani dan jalan produksi serta pencetakan
sawah akan dilakukan serta bantuan benih/bibit kepada petani. Peningkatan
penanganan pascapanen dan pengolahan pangan; penyediaan subsidi bunga kredit ketahanan
pangan, subsidi pupuk dan benih, serta dana alokasi khusus untuk mendukung ketahanan
pangan. Selain itu, akan dilakukan pula pengendalian organisme pengganggu
tanaman (OPT), penyakit hewan, karantina, serta peningkatan keamanan pangan.
Peningkatan produksi daging dilakukan dengan pengembangan pembibitan sapi.
Peningkatan produktivitas dan kualitas
produk pertanian akan dilakukan dengan (1) revitalisasi unit pelayanan jasa
alsintan (UPJA) dan kelompok UPJA (KUPJA); (2) pengembangan pertanian terpadu tanaman
ternak, kompos, dan biogas; (3) pelanjutan peremajaan tanaman perkebunan rakyat;
(4) penyediaan dan perbaikan infrastruktur pertanian dalam mendukung
pengembangan agribisnis; (5) pengembangan desa mandiri energi yang didukung
dengan penyediaan subsidi bunga penyediaan energi nabati dan revitalisasi perkebunan;
(6) penyediaan dana alokasi khusus untuk mendukung pengembangan agribisnis; serta
(7) pembentukan/pengaktifan kelompok tani dan gabungan kelompok tani yang
diiringi pula dengan magang, pelaksanaan sekolah lapang, serta peningkatan fungsi
28,5 ribu penyuluh, dan tambahan 10.000 penyuluh baru serta renovasi 268 unit
BPP.
Peningkatan produksi perikanan dan
pendapatan nelayan, pembudi daya ikan dan masyarakat pesisir akan dilakukan
dengan (1) pembinaan dan pengembangan sistem usaha perikanan dengan target
terbinanya dan berkembangnya sistem usaha perikanan; (2) pengembangan dan
penyelenggaraan karantina perikanan dan sistempengelolaan kesehatan ikan dengan
target terselenggaranya pemantauan kesehatan ikan; (3) penyelenggaraan
revitalisasi perikanan; (4) peningkatan sistem penyuluhan dan pengembangan SDM
kelautan dan perikanan; (5) penguatan dan pengembangan pemasaran dalam negeri
dan ekspor hasil perikanan; (6) peningkatan dan pengembangan sarana dan prasarana
perikanan di balai benih dan pelabuhan
perikanan serta masukan produksi lain; (7) peningkatan mutu dan pengembangan
pengolahan hasil perikanan melalui sistem rantai dingin (cold chain); (8)
pengembangan rekayasa teknologi terapan perikanan; (9) pengelolaan sumber daya
akan secara bertanggung jawab dan berkelanjutan di wilayah pengelolaan
perikanan (WPP);(10) pengembangan pengelolaan konservasi laut dan perairan di
kawasan konservasi laut daerah, UPT konservasi serta terselenggaranya pemberdayaan
lingkungan berbasis masyarakat, pengelolaan dan rehabilitasi terumbu karang,
mangrove, padang lamun, estuaria, dan teluk; dan (11) peningkatan koordinasi dan
peran Indonesia pada forum kerja sama regional dan internasional.
Dalam rangka peningkatan kualitas pertumbuhan
kehutanan akan dilakukan dengan (1) pengembangan hutan tanaman industri dan
hutan tanaman rakyat; (2) pengelolaan hutan produksi yang tidak dibebani hak/izin pemanfaatan; (3) pengembangan
pengelolaan/pemanfaatan hutan alam dengan target meningkatnya manajemen IUPHHK; (4) restrukturisasi
industri primer kehutanan dengan target terfasilitasinya peningkatan produksi
industri pengolahan hasil hutan dan efisiensi pemanfaatan bahan baku sebesar 5
persen; dan (5) penerbitan peredaran hasil hutan dengan target terkendalinya
aliran hasil hutan, baik volume maupun jenis sesuai dengan data
fisik/penerimaan iuran kehutanan.
Selanjutnya, untuk mendorong peningkatan
pendapatan rumah tangga pertanian dan perdesaan dilakukan upaya diversifikasi
usaha ekonomi dan perluasan kesempatan kerja dengan melakukan (1) mekanisasi
kegiatan produksi pertanian pascapanen dan pengolahan hasil pertanian; (2)
penguatan kelembagaan ekonomi petani dan pengembangan agroindustri perdesaan;
(3) penyediaan dana melalui koperasi untuk pengadaan sarana produksi yang
didukung pula dengan pemberdayaan lembaga dan organisasi masyarakat perdesaan,
yang didukung pemantapan kelembagaan pemerintah desa dan peningkatan kapasitas
aparat pemda; (4) peningkatan kapasitas fasilitator pembangunan perdesaan; (5)
penyelenggaraan diseminasi informasi bagi masyarakat desa; dan (6)
penyelenggaraan diseminasi teknologi tepat guna, dukungan pengembangan potensi perekonomian
daerah dan pengembangan produk unggulan, yang didukung dengan pembangan prasarana
dan sarana di 65 kawasan agropolitan di 32 provinsi serta percepatan
pembangunan kawasan produksi di daerah tertinggal dan percepatan pembangunan
pusatpertumbuhan daerah tertinggal. Langkah itu didukung pula dengan peningkatan
infrastruktur perdesaan skala kawasan termasuk kawasan ekstransmigrasi 100 kawasan
dan percepatan pembangunan listrik tenaga alternatif (solar home system) di
desa-desa yang belum memiliki jaringan.
Langkah-langkah di atas akan didukung
pula dengan pembaharuan agraria nasional dengan melanjutkan langkah (1) pengaturan
penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah (P4T); redistribusi
tanah (termasuk pemetaan untuk mendukung Program Pembaharuan Agraria Nasional/PPAN)
serta inventarisasi P4T; (2) pengendalian dan pemberdayaan kepemilikan tanah di
kabupaten/kota; dan (3) pengkajian dan penanganan sengketa dan konflik
pertanahan di kabupaten/kota.
Dalam rangka menjaga keberlanjutan usaha
pertanian dan daya dukung alam dan lingkungan dilakukan langkah untuk meningkatkan
kualitas pengelolaan hutan dan lingkungan melalui (1) pengendalian kebakaran
hutan untuk menurunkan hot spot; (2) rehabilitasi hutan dan lahan dengan
target tersusunnya rencana teknis rehabilitasi hutan dan lahan dan terselenggaranya
rehabilitasi hutan di daerah rawan banjir; (3) pembangunan KPH dengan target ditetapkannya
KPH model; dan (4) pengelolaan taman nasional model dengan target terwujudnya
kelembagaan pengelolaan kolaboratif di taman nasional model, serta
terlaksananya kegiatan pengembangan taman nasional dalam rangka debt nature
swap(DNS).
DAFTAR PUSTAKA
Suryo.2004.Revitalisasi
Pertanian.Indobook
Tag :
Makalah
1 Komentar untuk "REVITALISASI pertanian , perikanan dan kehutanan"
Betway Casino | Welcome Bonus - jtmhub.com
With online betting you can go all the way 오산 출장마사지 to a live casino 목포 출장샵 experience. Enjoy 세종특별자치 출장샵 the welcome 서산 출장샵 bonus and the deposit bonuses that will bring 시흥 출장안마
Monggo dikomentari rek...