PULANG
alfian adestya putra
Tiga tahun sudah
Rangga merantau, menuntut ilmu di Universitas Negeri di Semarang, enam semester
itupun Ia belum menginjakkan kakinya kembali di tanah kelahirannya. Hidup
kekurangan sering Ia alami ,telatnya uang beasiswa yang turun menjadi
penyebabnya. Rindu yang cukup panjang, masa-masa kecil hingga SMA kehidupan di
lereng gunung Kerinci,Profinsi Jambi.
Ingin Ia sekali-kali menelepon atau pulang, tetapi apadaya, hanya ada
satu sinyal radio saja dikampung halamannya, tak ada semacam televisi atau
telepon umum, listrik hanya ada pada pagi hingga sore hari, alasan merindukan kesenyapan malam hari, berbanding terbalik dengan kehidupan malam dikota, biaya yang sangat mahal untuk pulang sepadan uang kuliah dua semesternya, hampir satu hari jarak dari pusat kota ke kampungnya yang hanya dilewat1 satu truk yang datang 2 hari sekali.
telepon umum, listrik hanya ada pada pagi hingga sore hari, alasan merindukan kesenyapan malam hari, berbanding terbalik dengan kehidupan malam dikota, biaya yang sangat mahal untuk pulang sepadan uang kuliah dua semesternya, hampir satu hari jarak dari pusat kota ke kampungnya yang hanya dilewat1 satu truk yang datang 2 hari sekali.
Libur semester
ini tak ingin disia-siakan Rangga,dua bulan libur persiapan PPL cukup untuk
Rangga bisa menikmati kembali tanah kelahirannya, surat kilat kiriman dari Jambi yang mengabarkan kakak
perempuanya akan menikah menjadi penyebabnya, Ia ingin berkumpul dengan semua
keluarga besarnya. Sebuah ransel warna merah berisi pakaian dan
barang-barang lain dan satu kardus
berisi oleh-oleh khas Semarang,
dibawanya sebagai buah tangan. “Sudah siap nang??”,kata seorang supir
truk tetangga kos Rangga. “Siap pulang!!!”,dengan semangat Rangga membalasnya.
Tumpangan gratis yang akan mengantarkan Rangga hingga Tangerang,walaupun hanya
duduk di kap belakang truk. “Hei Rangga kau kemanakan jaket biruku”,teriak Iman
teman kos Rangga, Iman adalah orang Lampung tepatnya di kota Metro, berbeda
dengan Rangga,Iman adalah anak saudagar kaya di daerahnya, tetapi Iman tidak
pernah pulang ,terakhir dua tahun
lalu,alasannya dirumah tidak enak tidak
bisa bebas, disini Iman bisa melakukan
apa yang Ia suka dengan kiriman uang yang selalu lancar , cukup kasihan Iman
jika melihat Rangga pulang sendiri, makannya Iman ikut pulang deh.
Truk sudah
melaju hingga Pamanukan, macet sudah dua jam lebih tak berjalan semeterpun.
“Sudah macet, panas, haus lagi....gak ada
ya yang jualan es teh paling
enggak jualan es batunya aja gitu?????”,kata
Iman kesal sambil mondar-mandir di kap truk. “Sudahlah,,kenapa kau juga
ikut??kemarin sudah aku bilang tak apa aku pulang sendiri,,,tau sendiri kan akibatnya....”,kata Rangga sambil baca komik sinchan kesukaannya.
“Kasihan aku melihat kau pulang sendiri,,tak apa,,yang penting kamu
senang,,,hahaha....lihat disana mendung mungkin sebentar lagi hujan, lagian
kita juga harus mikirin entar waktu
sampai Tangerang kita naik apa??”,kata Iman sambil mendatangi Rangga yang duduk
di atas tumpukan beras. Truk muatan beras ini mempunyai terpal penutup yang
menutupii ssebagian kap truk hanya dua
meter tempat tersisa untuk Rangga dan
Iman, makannya Iman sering gelantungan diatas yang lebar. “Kamu tahu bagaimana
beratnya anak-anak jalanan itu mencari sesuap nasi Iman?”,tanya Rangga ke Iman
sambil menunjuk anak-anak jalanan yang mengelap-elap kaca kendaraan dengan kemoceng. “Dari kecil
setiap liburan aku ke kota seperti mereka mencari uang sedikit-demi
sedikit,..tak sekalipun pernah aku ijin ke orang tua ,aku takut mereka akan
melarangku..aku hanya berpamit ijin pergi di rumah teman, ayahku seorang
petani,ibuku berjualan nasi di
warung,..kakakku yang akan menikah nanti tamatan SMP dan ikut membantu
ibu berjualan,tiga adik-adikku yang masih sekolah dan masih hanya aku di desaku yang melanjutkan kuliah, teman-temanku menikah dan telah menghidupi keluarganya”,sedikit curhat Rangga
melihat tiga anak kecil yang tidak memakai sandal mencari nafkah di atas aspal
yang panas. Sejenak Iman terkenang masa kecil dengan keluarganya, pergi
memancing dengan kakeknya dan semua kenangan kakek Iman di memori Iman,tak tahu
kenapa kenangan Iman dan kakeknya sangat jelas dan mudah sekali di ingat.
“Bagaimana denganmu Iman?? Haha...ngapain bengong??”, tanya Rangga sambil
mengagetkan Iman. “Ah...enggak,tadi ada
laler terbang”,jawab Iman ngasal.
Sembilan jam
perjalanan mereka dari semarang sampai Tangerang,mereka diturunkan di tempat
menunggu bis.”Nah,sampai sini nanti kalian bayar sendiri naik bis,sudah gak ada
gratisan lagi,Pakde ngantar barang terus balik semarang”,kata pak sopir itu
sambil menyalami Rangga dan Iman. “Terima kasih pakde,”,jawab Iman dan Rangga
serentak.
“Ja...kar..ta
me...rak....woi Rangga itu bisnya,untung deh,,kita gak perlu lama-lama seperti
gelandangan disini...”,kata Iman yang mengeja tulisan di kaca bus dari
kejauhan,tak lama mereka pun naik. “Ngomong-ngomong kamu kok tiba-tiba mau pulang sih Ngga??aku kan jadi
ikut pulang deh,,gak ada teman dikos”,tanya Iman sambil mainin angrybird di HP.
“Kakakku mau menikah,...lagian kamu sih udah dikasih duit
lancar,ditelpon-telpon suruh balik..eh
malah gak balik-balik,,kamu kan enak sebenarnya”,kata Rangga sambil
melihat jalanan. “Permisi pak,ini bis terakhir ya pak,kok penumpangnya sedikit,
Cuma... satu. ..dua. ..enam orang saja??,tanya Rangga yang ingin tahu kepada kondektur
tua yang sedang menghitung setoran dan pak sopirnya juga seangkatan,,kira-kira
hampir 60 tahunan,busnya juga tua,nona = non ac,suaranya ndut-ndutan.
“Iya,kalau malam ada angkutan lain lagi,kan ada bus malam kalau ini bis
siang”,kata sopir bis itu. Mendengar
pembicaraan itu Iman pun mematikan Hpnya,kemudian ia melihat sesosok laki-laki
tua yang duduk dibelakang, kondektur tua
tadi mengecek satu per satu tujuan enam sisa penumpangnya, seketika Iman
kembali teringat oleh kakeknya, kakek yang dulu selalu mengantarkan Iman pergi
ke sekolah saat TK,bayangan ketika kakeknya sedang ngopi di warung depan
sekolah Iman, menunggu Iman pulang sekolah. “Ada apa ini, kenapa dari aku
berangkat sampai disini aku selalu teringat kakek????”, Iman bertanya-tanya
dalam hati,seakan takut dan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. “Sial hpku mati,...nomor rumah di
hp lagi,,lupa nomornya pula.......arrrgghhh”, Iman membatin dalam hati dan
seketika cemas.
“Horeee ....kita
hampir menyeberang di tanah kita Man ,,tanah Sumatra...lihat kapal-kapal ini
Man lihat!!tiga tahun laalu aku dan ayahku saat ayahku mengantarkanku pertama
daftar kuliah....ayo man ayo !!!”, teriak Rangga ke Iman mengajak Iman berlari
menuju atas kapal. Iman masih cemas, hatinya dipenuhi tanda tanya. Mereka
berdua sampai di pelabuhan pukul 21.30
malam,mereka kemudian berdiri di pojokan kapal dan melihat lapmpu-lampu pelabuhan yang indah, angin bertiup
sepoi-sepoi ditemani lagu Semalam di Malaya yang sedang diputar di kapal.
“Kenapa anak-anak itu,malam-malam berenang ,apa nggak takut meriang besok!!!!”,
celetuk Iman sambil melihat disekitar kapal banyak terdaat anak-anak kira-kira
SMP berenang dan menunggu penumpang kapal menjatuhkan receh kepadanya. “Ahh...
sudah biasa Man, mereka juga butuh makan
Man, makannya mereka seperti ini,..kau lihat bapak-bapak yang berdagang
asongan itu Man??? Beliau masih saja berdagang walau sudah larut begini, untuk
menghidupi keluarganya sampai bekerja
semalaman,kau lihat ibu-ibu itu Man?? Lihat dagangannya hampir habis,tapi
beliau masih saja sibuk menawarkan dagangannya,itu semua demi anaknya Man”,kata Rangga sedikit terenyuh, “Bagaimana kau bias tau
itu untuk keluarganya???sok tahu kamu”,kata Iman sambil mencomot kacang yang
baru saja dibelinya kepada seorang anak perempuan kecil. “Lihat anak yang
jualan kacang tadi,Ia ke arah wanita itu
dan lihat mereka”, kata Rangga yang melihat anak itu dipeluk oleh ibunya yang
juga sedang berjualan tadi. Seketika Iman merindukan saat kecilnya ,saat Iman
diajak ke kolam renang dan Iman asyik bermain air dengan ayah dan ibunya.
“Sedakahnya mas sedekahnya …”,pinta seorang kakek-kakek tua yang meminta kepada
Iman dan Rangga. “a..a..ini pak…”, kata Iman sambil memberikan uang sepuluh
ribuan kepada pengemis tua itu. “Kasihan pengemis itu sudah tua,pakaiannya udah
rombeng….”,kata Iman dalam hati dan kembali bayang-bayang kakeknya melintas di
memorinya.
“Ehmm… Rangga boleh aku mendengar cerita mu
lagi.,,,e…cerita saat kamu kecil dan keluargamu…??”, pinta Iman. “Kenapa??emang
kamu dari tadi dengerin aku cerita??”,Tanya Rangga. “Enggak sih,Cuma pengen
denger aja.”,jawab Iman. “Dulu waktu aku kecil aku nggak punya mainan
plastic atau semacamnya,aku membuat
sendiri,itu pula aku buat terus aku jual di kota, intinya sih orang-orang di
daerahku baik yang kecil atau yang
dewas,punya pekerjaan, truk yang datang dua hari sekali menjemput kami tak kami sia-siakan,dari
yang kakek-kakek sampai yang seumuranku saat itu,,,mereka membawa barang dagangan,aku
ayah dan kakekku selalu ikut kekota,kakekku berjualan pisang hasil kebun,ayahku
menjual ukiran pigura buatannya,dan anak-anak menjual aneka mainan kecil dari
kayu yang belum tentu semuanya habis
dalam dua hari, terkadang jika belum habis mereka dikota sampai empat hari atau
lebih. Setelah pulang, kami membeli kebutuhan pokok seperti beras dan
lain-lain,hanya sedikit untuk ditabung, sedangkan kakakku dan ibuku berjualan
di warung”,cerita Rangga yang membuat Iman sedikit terenyuh dan meneteskan sedikit
air mata. Jauh berbeda dengan kehidupan Iman saat kecil, Iman adalah anak
terakhir dari empat bersaudara ketiga kakaknya kini sudah menikah semua, ,Iman
selalu dimanja oleh kedua orangtuanya tetapi terkadang mereka sibuk bekerja, Iman
lebih sering bersama kakeknya,pergi ke taman bermain,pergi kesekolah, yang
mengajari Iman main badminton dan semua kegiatan kecilnya bersama kakeknya
,kakeknya adalah seorang yang selalu mampu membuat Iman bahagia namun Iman
belum sekali dalam dua tahun terakhir ini bertemu kakeknya,terakhir kali
kakeknya seringkali sakit-sakitan,”maaf mas dompetnya jatuh itu”,kata pengemis tua tadi yang
kembali melewati Iman dan Rangga,seketika itu hati Iman agak lega tak tahu apa
yang terjadi ,kakek tua yang kembali berjalan meninggalkan mereka itu membuat
hati Iman lega entah apa yang
terjadi,membuat bayangan kakek Iman jelas dan menghibur Iman.
“Hai
Ranggaa,..lebih baik kau bermalam dulu di rumahku,biar besok kamu
pulang,kau terlihat capek,,dari
bakauheni kerumahku saja cukup jauh,,,5
jam mungkin naik bis”,ajak Iman. “Tak
apa nanti kita berpisah di terminal bandar lampung,oke...”,jawab Rangga
sambil mencari bus arah bandar lampung.
Jam 9 pagi mereka sudah samppai di bandar lampung,dan mereka pun berpisah
disini. “Tak apa ,aku berani
sendiri,lagian ini bis arah jambi,aku sudah paham betul jika sudah samppai
sini,,kau tahukan arah pulang???”,kata
Rangga sambill memasukan barang-barangnya ke bagasi. “Oke,,aku ballik dulu”.Bis
Rangga pun melaju mennggalkan Iman.
Gerimis menemani
langkah Iman melewati gang-gang arah rumah Iman, dan lama-kelamaan hujan
semakin deras. Hati Iman begitu sedih,rindu akan semua orang
yang ada di rumahnya, terutama kakeknya yang selalu menemaninya dulu.
Iman pun berlari,sampai akhirnya sampai
didepan rumah yang ternyata kosong ,tak
ada yang dirumah,semua sedang ppergi
,tapi entah kemana, iman tertidur dii
teras rumahnya. Hingga akhirnya jam 9 malam suara mobil panther membangunkan Iman, Ia melihat Ayah dan Ibunya
memakai pakaian hitam-hitam, dari mana mereka???hati Iman berdetak cepat.
“Yah,...bu.....darimana???”,Iman
memeluk kedua orangtuanya,rindu Iman
tangisan Iman dipelukan
orangtuanya. “Kamu pulang ??? Katanya
lagi sibuk sama organisasi,,kok
pulang???”,Iman hanya menangis dan tak tahu apa yang akan dia lakukan, sampai
akhirnya ibu Iman menyebut satu nama. “Kakekmu meninggal
kemarin,makannya Ayah dan Ibu dari
kemarin berada di Kalianda,Ibu sudah memberitahumu kemarin ,sudah Ibu telpon
tapi gak kamu angkat?,apa karena ini kamu pulang??”,tanya Ibu Iman. Iman hanya
terdiam,Iman tak tahu kalau kakeknya
telah tiada,bukan karena ini Iman pulang,Iman hanya ingin mengantarkan
sahabatnya pulang,kegelisahan hati Iman saat diperjalanan terjawab sudah,kini
Iman un menyesal, Iman menyesal karena ia jarang pulang,ia jarang menemui
keluarganya,karena waktu tidak akan berputar untuk kedua kalinya, Iman hanya
bisa berjanji untuk selalu pulang disaat Iman sedang libur, Ia akan selalu
memberikan kabarnya,tidak selama ini ia berbohong tentang keadaannya di rantau.
Tag :
Cerpen
0 Komentar untuk "CERPEN: 1.PULANG"
Monggo dikomentari rek...